Pencuri Prangko Oscar
Oleh: Maria Theresia Lahur
Oscar kebingungan. Ia membolak-balik
kedua album prangkonya. Ditelitinya satu
demi satu prangkonya. "Hmm, mungkin
prangko itu terselip," katanya dalam hati.
Tapi, beberapa menit kemudian
wajahnya tampak kecewa.
Nampaknya prangko itu benar-benar
hilang. Prangko itu dari negeri Belanda,
harganya satu gulden. Di prangko itu ada
gambar deretan kincir angin di tengah
taman yang dipenuhi bunga tulip beraneka
warna. Oscar mendapat prangko itu dari
surat kiriman Paman Kemal, adik ayah
yang tinggal di Belanda. Oscar benar-benar
merasa sedih.
Bagaimana mungkin prangko itu bisa
hilang? Batin Oscar. Apakah salah satu
dari ketiga temannya telah mencuri
prangko itu? Ah, Oscar merasa bersalah
telah menuduh mereka.
Tadi siang di sekolah, Oscar, Ranu,
Doni, dan Bobi sepakat untuk tukarmenukar
prangko koleksi mereka. Mereka
sama-sama mempunyai hobi mengoleksi
prangko.
Keesokan harinya, Oscar menceritakan
tentang prangkonya yang hilang kepada
ketiga temannya.
"Aku punya prangko seperti itu. Tanteku
yang tinggal di Amsterdam mengirimiku,"
kata Bobi.
"Ehm ... aku juga punya, tapi aku
membelinya di penjual prangko bekas di
depan kantor pos lama seberang Pasar
Baru," Ranu menimpali.
Oscar tambah menyesal, mengapa ia
tidak teliti dalam mengurus prangkonya.
Sepulang sekolah, Doni menghampirinya.
"Sebenarnya aku ingat, yang punya
prangko itu hanya dua orang. Tapi aku
lupa, di album siapa saja kulihat prangko
itu. Sayang sekali, salah satu dari teman
kita telah mencurinya darimu," kata Doni.
"Tapi, bagaimana kita membuktikannya?"
tanya Oscar.
"Aku ada ide ... " jawab Doni.
Doni ingin barter prangko lagi, maka
ia menyuruh ketiga temannya untuk
membawa album prangko mereka. Di
taman sekolah, mereka saling melihat isi
album prangko lagi. Tiba-tiba Doni berkata,
"Maafkan aku, Bob. Tapi kau telah mencuri
prangko Oscar!"
Semua terkejut. Bobi segera membantah
dengan keras, "Enak saja kau
menuduhku. Mana buktinya?"
"Katamu kemarin, tantemu tinggal di
Amsterdam. Tapi stempel prangko yang
terbaca di sini adalah 'tterdam'," kata Doni
sambil menunjuk tulisan stempel di atas
prangko. Semua bergantian melihatnya
dengan teliti.
"Oscar, di mana pamanmu tinggal?"
tanya Doni.
"Rotterdam," jawab Oscar.
"Seperti yang kita tahu, kata Amsterdam
hanya memiliki satu t. Sedangkan Rotterdam
memiliki dua t. Bagaimana?" jelas Doni
dengan tenang.
Bobi terdiam. Menunduk.
"Memang aku mencurinya. Maafkan
aku, Oscar," katanya pelan.
Bobi menyerahkan prangko Belanda
itu pada Oscar.
"Ini, kukembalikan prangkomu ...
Gambar prangko ini sangat bagus sehingga
aku sangat ingin memilikinya, tapi aku
yakin kau tidak mau menukarnya," jelas
Bobi.
"Sudah, aku memaafkanmu. Tapi kau
jangan mencuri lagi. Kalau kau sangat
menginginkannya, aku akan minta Paman
Kemal untuk mengirimnya lagi. Bagaimana?"
Oscar menawarkan.
"Bagaimana dengan aku? Aku juga
mau!" Doni berteriak riang.
"Tentu saja. Agar menjadi kenangkenangan
untuk kita," jawab Oscar.
"Tapi, tunggu dulu, Bob! Mengapa kau
tidak mengambil prangkoku saja?" tanya
Ranu.
"Buat apa mengambil prangkomu?
Warnanya sudah kusam," jawab Doni lagi.
"Ha..ha..ha," semua tertawa geli mendengar
jawaban Doni. "Awas kau, Don!" kata
Ranu gemas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar