Begitu mendengar kata candi, ingatan
kita langsung pada Borobudur dan Prambanan.
Karena kedua candi itu sudah sedemikian
terkenal dan populer. Namun, ketika
mendengar nama Candi Menggung, mungkin
kita sejenak akan mengernyitkan dahi, karena
nama itu memang sesuatu yang asing bagi
telinga kita. Namun, begitulah nama yang
diberikan oleh masyarakat di Lereng Barat
Gunung Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah.
Untuk dapat sampai ke lokasi candi, kita harus
berjalan kaki menyusuri jalanan setapak di
tengah lebatnya hutan dan gemericik air
terjun. Perjalanan ini memang sangat
mengesankan, karena medan yang dilalui
cukup sulit. Setelah berhasil melewati sebuah
perkampungan penduduk, kita masih harus
terus berjalan melewati pematang di tengah
perkebunan wortel. Di tengah dinginnya
cuaca, kita masih harus terus berjalan.
Satu-dua perkebunan membentang,
akhirnya kita mulai memasuki kawasan hutan
pinus. Suara berderecit, gesekan pepohonan
yang tertiup angin makin membuat suasana
tegang. Di tempat ini kita beristirahat sebentar,
lalu kembali melanjutkan perjalanan. Kali
ini medan yang harus dilalui adalah
menyusuri aliran air terjun. Setelah dua jam
perjalanan, barulah kita tiba di lokasi candi.
Jangan pernah kalian membayangkan
bahwa candi di sini sama besar dan megahnya
seperti candi-candi yang lain. Sebenarnya,
bangunan ini sudah tidak layak lagi untuk
disebut sebuah candi. Hal ini dikarenakan
yang tersisa hanyalah puing-puing batu besar
yang tersusun membentuk sebuah fondasi
candi yang masih dilengkapi dengan tangga
berundak serta beberapa arca. Posisi puingpuing
ini berada di atas sebuah bukit kecil.
Apabila dilihat dari bentuk batuannya, jelas
bahwa batuan candi ini lebih kasar. Ironisnya
lagi, tepat di bagian tengah candi, kini telah
ditumbuhi pohon beringin dengan ukuran
sangat besar. Menurut penuturan penduduk
setempat yang sempat mengantarkan kami,
dimungkinkan bahwa pohon beringin ini
telah berusia puluhan bahkan ratusan tahun.
Begitulah cerita pengalamanku ketika
melakukan perjalanan menuju Candi Menggung.
Ada nuansa alam yang menyenangkan,
karena harus melewati perkampungan penduduk,
perkebunan, lebatnya hutan pinus, dan
air terjun. Namun, ada juga keprihatinan yang
mendalam menyaksikan peninggalan budaya
yang hampir hilang di tengah pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
(Digubah dari Penelitian Folklor, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar