Piano Hati Rena
Oleh: Sri Izzati
Keluarga Darmiati ingin sekali membeli
piano, sebab semua anggota keluarga
Darmiati menyukai musik. Rencana
membeli piano ini sangat didukung Rena.
Di dalam dirinya ada semangat membara
untuk mahir bermain piano. Setelah
bermusyawarah, akhirnya keluarga Darmiati
sepakat membeli piano. Rena senang
sekali ketika papanya memutuskan ini.
Dengan riang ia ikut papanya pergi ke toko
alat musik.
Hari Jumat, hari yang sangat ditunggutunggu
Rena. Truk pembawa piano yang
dibeli Papa akan datang ke rumahnya. Rena
dan kakaknya, Sari, sudah menyiapkan
tempat untuk menaruh piano itu.
Papa punya kamar kerja. Kamar kerja
itu luas sekali. Papa hanya mengisinya
dengan meja komputer dan rak buku. Ketika
membeli rumah ini, Papa kebingungan
hendak digunakan untuk apa kamar yang
satu itu, akhirnya digunakan untuk kamar
kerja. Nah, karena tempatnya masih luas
Rena dan Sari memutuskan pianonya
ditaruh di sana saja. Lagi pula, akhir-akhir
ini Papa jarang memakai komputer kamar
kerja dan lebih sering bekerja di laptop milik
kantor. Rena, Sari, atau siapa pun bakal
bisa bebas berlatih piano tanpa mengganggu
Papa. Teng ... teng ... teng - teng -
teng - teng - teng ....
“Rajinnya anak Mama!” ujar Mama
senang sambil membawakan susu. Sore
itu Rena sedang berlatih piano. “Makin pintar
kamu, Ren. Mama senang punya anak
pintar seperti kamu.”
“Rena cinta musik, Ma. Bagi Rena,
musik itu indah. Dan musik yang paling
indah menurut Rena adalah dentingan piano.
Terasa begitu mengalun di hati,” ujar
Rena sambil memainkan lagu-lagu lainnya.
“Sebenarnya kenapa kamu menyukai
musik? Apa yang membuatmu ingin belajar
piano?” tanya Mama.
“Soalnya Rena dilahirkan dalam
keluarga yang suka musik. Papa, Mama,
Kak Sari juga pecinta musik, kan? Masa
Rena jadi pecinta ...... pecinta olahraga
gulat? Ya nggak lucu dong, ma,” canda
Rena.
Mama tertawa. “Mama daftarkan saja
kamu ke tempat les piano ya, Ren? Bakat
pianomu jangan disia-siakan, harus
dikembangkan.”
“Wah, nggak usah, Ma. Nggak usah
repot-repot. Rena cinta musik, nggak
berarti harus les musik juga dong. Lihat
aja Kak Sari, pinter banget nyanyi, tapi
nggak ikut les nyanyi.”
Setiap hari kamu selalu menggunakan
waktumu untuk main komputer, main sama
teman-teman, bersepeda, dan lainnya.
Sayang jika waktumu tidak digunakan
untuk hal yang lebih berguna. Hidup jangan
disia-siakan!”
Rena terdiam. “Iya sih, tapi kalau Rena
ikut les piano, nanti jadi nggak ada waktu
buat kumpul-kumpul sama teman-teman
anggota Musical Do Re Mi.”
“Apa? Musical Do Re Mi itu apa,
Ren?” tanya Mama penasaran.
“Rena punya kelompok, Ma. Ketua
kelompoknya Shanti. Kami menamakannya
Musical Do Re Mi karena anggotanya
semua pecinta musik. Rena baru saja
bergabung dengan kelompok itu,” jelas
Rena. “Sebenarnya sih nggak susah untuk
jadi anggota kelompok itu. Cuma harus
memenuhi syarat aja.”
“Oh, begitu ... .”
“Shanti punya kertas yang isinya
syarat-syarat jadi anggota. Syaratnya
banyak sekali, kurang lebih ada dua puluh
lima syarat. Rena nggak usah menuhin
semuanya, Rena bisa milih. Di antara syarat
itu, ada syarat harus bisa jago main piano
dan punya piano. Lalu ada juga syarat yang
bilang anggota harus punya banyak waktu
buat kumpul-kumpul, rapat, atau jalan-jalan.
Rena pilih dua syarat itu. Makanya ... “
“Makanya kamu mendukung sekali
rencana membeli piano?”
“He-eh.”
“Rena, Rena! Mama pikir kamu mau
serius menekuni dunia musik. Ternyata
hanya untuk memenuhi persyaratan Shanti
saja. Ren, di rumah ini, yang paling banyak
punya waktu untuk latihan piano itu cuma
kamu. Kak Sari sibuk belajar, Papa sibuk
kerja, Mama sibuk mengurus rumah. Tapi
kerjaan kamu sehari-hari, selain sekolah itu
maiiin saja. Kalau begitu, piano ini akan siasia!”
tegur Mama.
“Piano ini mahal, Ren. Kalau tidak
terpakai, banyak uang yang terbuang
percuma. Lagi pula kamu punya bakat main
piano. Siapa tahu kalau serius menekuni
dunia musik, kamu bisa jadi musikus yang
terkenal di seluruh Indonesia atau bahkan
mancanegara. Kalau berlatih serius dan giat,
bukan sekadar main-main, siapa tahu nanti
ada orang yang mendengar permainan
pianomu yang bagus, terus menawarimu
tampil di panggung besar. Kalau kamu
nggak mau, bisa-bisa orang lain yang dapat
kesempatan itu. Terus kalau dia jadi
musikus terkenal, mewakili Indonesia ke
perlombaan musik sedunia, bagaimana?
Kamu bakal menyesal, kan? Hidup itu harus
diisi kegiatan-kegiatan berguna!” Nasihat
Mama panjaaang - lebar.
Rena terdiam. Ucapan Mama benar
juga. Piano itu kan mahal, sayang banget
kalau disia-siain. Lagi pula yang paling
banyak punya waktu untuk setia main piano
kan cuma dia sendiri.
Ah ... hati Rena jadi terusik. Kini di
hatinya tertanam keinginan untuk lebih
dalam lagi mempelajari musik.
(Sumber: Kumpulan Cerpen Jempolan, 2005)
bagus nih
BalasHapus